Monday, February 2, 2015

Wasiat Orang Tua Bertentangan Dengan Hukum Waris

Assalamu'alaikum.. 

Pak Ustadz yang dirahmati Allah. 

Saya dan saudara kandung yang lain tengah membahas tentang rumah peninggalan orang tua kami. Salah seorang kakak kami, yang kebetulan dalam keadaan kekurangan, meminta agar rumah dijual dan dibagikan warisannya. 

Namun kakak saya yang lain tidak setuju kerana beliau menerima wasiat dari ibu agar bila ibu meninggal, rumah itu tidak boleh dijual dan dibagi waris, tapi agar rumah diduduki oleh anak-anaknya yang di dalam kekurangan. 

Menurut kakak saya, dia tidak mahju memikul tanggung jawab diakhirat nanti bila melanggar wasiat ibu kami dengan menjual rumah dan membagi warisan. Kerana menurutnya hukum waris akan gugur bila ada wasiat dari orang tua. 

Mohon penjelasan dari pak ustadz terkait masalah ini. Terima kasih 

Wassalamu'alaikum..
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Dalam syariah Islam memang kita mengenal adanya hukum wasiat dan hukum waris sekaligus. Keduanya wajib dijalankan dengan sungguh-sungguh, kerana masing-masing punya dasar hukum dari Al-Quran, As-Sunnah dan Ijma ulama.

Dalam implementasinya, syariat Islam juga mengatur pembagian wilayah untuk masing-masingnya. Kapan dan dimana berlakunya hukum wasiat, semua sudah diatur sedemikian rupa. Dan kapan serta dimana harus diberlakukan hukum waris, juga sudah diatur sedemikian rupa. Sehingga antara wasiat dan waris tidak mungkin tumpang tindih, kalau kita benar-benar menerapkan syariah Islam dengan benar.

A. Hukum Wasiat
Kalau diurutkan berdasarkan periode pensyariatannya, nampaknya syariat Islam yang terkait dengan hukum-hukum wasiat lebih dahulu diturunkan. Dan pada masa awal, ada periode dimana hukum waris belum turun dan juga belum berlaku.

Sehingga di masa itu, segala hal yang terkait dengan harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia, semuanya ditetapkan berdasarkan wasiat almarhum semasa hidupnya.

كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِن تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالأقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ
Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan  maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf . Hal itu adalah kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa. (QS. Al-Baqarah : 180)

Dengan adanya ayat di atas, sebenarnya tidak terlalu salah-salah amat ketika di dalam keluarga ada yang selalu berupaya agar wasiat dari orang tua wajib dijalankan. Khususnya wasiat yang terkait dengan harta-harta milik beliau. 

Dan pada saat ayat ini turun, berlaku hukum kewajiban untuk menjalankan wasiat. Dan siapa yang melanggar wasiat almarhum, tentu dia akan berdosa besar. 

B. Perubahan Hukum di Masa Tasyri' (Proses Pensyariatan)
Hanya yang jadi masalah, syariat Islam itu turun berproses dan berangsur-angsur. Ada hukum-hukum yang awalnya sudah ditetapkan demikian, tetapi kemudian dalam proses di masa tasyri' itu, Allah SWT punya kehendak untuk mengubah dan merevisinya dengan hukum yang turun kemudian.

Di dalam ilmu ushul fiqih, kita mengenalnya dengan istilah nasakh dan mansukh. Intinya, Allah SWT punya hak preogratif 100% untuk mengubah hukum-hukumnya. Apa yang tadinya wajib berubah jadi sunnah, mubah, makruh bahkan haram. Dan boleh juga sebaliknya, yang tadinya haram boleh berubah jadi makruh, mubah, sunnah bahkan wajib.

Contoh yang sederhana adalah hukum minum khamar. Awalnya di masa Mekkah yang 13 tahun itu, sama sekali tidak turun ayat atau hukum yang melarang. Maka saat itu para shahabat yang aslinya memang 'penggemar' khamar itu masih asik menenggak khamar.

Namun di masa Madinah, turunlah empat ayat yang berbeda di waktu yang berbeda, yang secara berangsur-angsur mengubahnya hukum minum khamar ini sehingga pada akhirnya menjadi haram total. Bahkan peminum khamar dihukum sebat 40 hingga 80 kali.

Contoh lain adalah nikah mut'ah alias kawin kontrak. Awalnya syariat Islam membolehkannya dan para shahabat nabi sendiri banyak yang melakukannya. Namun Allah SWT berkehendak untuk menyempurnakan syariat-Nya. Sehingga pada bagian akhir periode tasyri', nikah mut'ah itu berubah status menjadi haram untuk selamanya.

Contoh lainnya lagi adalah haramnya berizarah kubur di masa awal tasyri'. Kemudian pada bagian akhir, ziarah kubur diperbolehkan, bahkan dianjurkan dalam syariat Islam.

Kesimpulannya bahwa selama masa tasyri' dengan rentang 23 tahun masa kenabian, banyak sekali hukum-hukum yang mengalami proses penyempurnaan. Dan kita wajib ikuti prosesnya, tidak boleh menentang perubahan hukum yang telah Allah SWT tetapkan.

C. Hukum Waris
Hukum waris termasuk hukum-hukum yang turun kemudian, alias turun agak belakangan setelah sebelumnya Allah SWT memberlakukan hukum wasiat.

Dengan turunnya ayat-ayat waris, maka sebagian dari hukum-hukum wasiat menjadi tidak berlaku. Dengan bahasa yang lebih mudah, sebagian hukum wasiat dikurangi dan diganti dengan hukum waris. 

secara logik hukum kakak Anda itu agaknya terbalik. Kurang tepat kalau dikatakan bila ada wasiat maka hukum waris menjadi gugur. Yang benar justru sebaliknya, meski ada wasiat namun bila wasiat ini bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi yaitu hukum waris, maka wasiat menjadi tidak berlaku. 

Namun bila wasiat itu tidak bertentangan dengan hukum waris, maka wasiat itu wajib untuk tetap dijalankan. 


Kalau sebelumnya aturan pembagian harta orang yang wafat ditetapkan dengan cara wasiat, maka dengan turunnya hukum waris, wasiat kepada ahli waris pun tidak lagi berlaku dan dihapuskan untuk selama-lamanya.

1. Hukum Waris Wajib Dijalankan
Turunnya ayat waris ini kemudian menetapkan bahwa ahli waris diharamkan menerima harta lewat jalur wasiat. Dan ketentuan yang baru ini wajib diterima dan tidak boleh ditolak oleh siapapun, termasuk oleh almarhum sendiri sebagai pemilik asli dari harta yang ditinggalkan.
Maka baik ahli waris, atau pun pewaris, semua harus tunduk dengan hukum Allah SWT yang baru. Dan ketentuan ini juga dilengkapi dengan ancaman, bahwa siapa yang menentang akan dimasukkan ke dalam neraka. Malah ada tambahan dari ancaman ini, yaitu masuk neraka dan tidak boleh keluar lagi alias abadi di dalamnya.
وَمَن يَعْصِ اللّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُّهِينٌ
Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya (hukum waris), niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan. (QS. An-Nisa' : 14)

2. Ahli Waris Haram Menerima Wasiat
Dan juga menjadi ketentuan hukum syariat bahwa para ahli waris DIHARAMKAN untuk menerima harta secara jalur wasiat dari orangtuanya. 

Dasarnya adalah hadits Nabi SAW :

إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَعْطَى كُل ذِي حَقٍّ حَقَّهُ فَلاَ وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ

Sesungguhnya Allah telah memberikan setiap orang masing-masing haknya. Maka tidak boleh harta itu diwasiatkan kepada ahli waris. (HR. At-Tirmizy)

Jadi kesimpulannya, seorang pewaris sudah tidak lagi dibolehkan untuk membuat wasiat, bila para penerimanya adalah ahli warisnya sendiri. Kalau mahu berwasiat, berwasiatlah kepada yang selain ahli waris.

Dan para ahli waris haram hukumnya menerima harta bila jalurnya lewat wasiat, kerana bertentangan dengan hukum waris yang telah Allah SWT tetapkan.

3. Wasiat Hanya Kepada Selain Ahli Waris Maksimal 1/3 Bagian
Ketika berwasiat kepada selain ahli waris, syariat Islam juga memberikan batasan maksimal yang boleh diwasiatkan, yaitu 1/3 bagian saja. Sedangkan yang 2/3 itu harus 'diprotect', tidak boleh diwasiatkan, kerana sudah menjadi jatah bagi para ahli waris.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW kepada Saad bin Abi Waqqash :

قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أُوصِي بِمَالِي كُلِّه؟ِ قَالَ : لا . قُلْتُ فَالشَّطْرُ ؟ قَالَ : لا . قُلْتُ : الثُّلُثُ؟ قَالَ : فَالثُّلُثُ وَالثُّلُثُ كَثِيرٌ. إِنَّكَ أَنْ تَدَعَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَدَعَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ فِي أَيْدِيهِمْ

Dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiallahuanhu dia berkata, “Wahai Rasulullah, bolehkah aku mau berwasiat untuk menyerahkan seluruh hartaku”. Beliau SAW bersabda, “Tidak boleh”. Aku berkata, “Kalau setengahnya?” Beliau bersabda, “Tidak boleh”. Aku berkata, “Kalau sepertiganya?” Beliau bersabda: “Ya sepertiganya dan sepertiga itu sudah banyak. Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin lalu mengemis kepada manusia dengan menengadahkan tangan-tangan mereka.” (HR. Al-Bukhari Muslim)

D. Kelemahan Hukum Wasiat

Mungkin anda bertanya, kenapa Allah SWT menukar hukum wasiat yang sebelumnya berlaku dengan hukum waris? Apa hikmah di baliknya?

Tentu saja Allah SWT tidak menukar atau menasakh suatu hukum, kecuali demi kebaikan manusia sendiri. Di antara hikmahnya adalah bahwa di dalam hukum wasiat masih terdapat banyak kelemahan, misalnya boleh saja seseorang yang kedudukannya bukan sebagai ahli waris dari almarhum, tetapi jadi berhak menerima harta dalam jumlah tertentu,kerana namanya disebut dalam surat wasiat. 
Tentu ini sangat tidak adil, bukan?

Dan hal yang sebaliknya juga boleh terjadi, iaitu mungkin saja yang termasuk ahli waris malah tidak menerimanya, lantaran si pemilik harta tidak mewasiatkan bagian harta untuknya.

Dari ketentuan ini, boleh disimpulkan bahwa penetapan harta warisan dengan cara wasiat ini semata-mata didasarkan pada faktor suka atau tidak suka (like and dislike).

Dalam kasus nyata, boleh saja seorang ayah sebelum wafat mengatur seenak perasaannya sendiri, bagaimana cara pembagian harta sepeninggalnya. Boleh saja dia berwasiat untuk memberikan sejumlah harta tertentu kepada salah satu dari anaknya, sebagian mendapat jumlah yang lebih besar, sebagian lainnya mendapat jumlah yang lebih kecil, bahkan boleh juga ada anak yang sama sekali tidak diberikan harta.

Maka anak yang pandai mengambil hati orang tua, tentu dia akan beruntung kerana boleh dipastikan akan mendapat wasiat yang lebih besar nilainya. Sebaliknya, anak yang kurang dekat dengan orang tuanya, bahkan dibenci dan dimarahi, boleh mungkin tidak mendapatkan harta peninggalan apa apa pun.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

No comments:

Post a Comment